Selasa, 03 Oktober 2023

GILA UNTUK SEMPURNA

Karya: Delia (8C)

Aspen sempurna, dalam segala hal. Tapi di balik fasad itu dia adalah seorang pria yang rusak, yang terobsesi untuk mempertahankan citra tanpa cela itu. Ketika sesuatu tidak berjalan sesuai keinginannya, dia menyerang dan akan menyakiti orang lain.Ferbiana adalah satu-satunya wanita yang menyadari hal ini. Mereka berdua adalah teman masa kecil. Ferbiana selalu menghiburnya, dan akhirnya, Mereka berdua menjadi sesuatu yang lebih, berteman dengan manfaat

Tapi hari ini, Ferbiana pergi ke kelas Aspen untuk melihat aspen, Ferbiana melihat Aspen menggendong seorang gadis di  pangkuannya. Seisi kelas menonton dengan penuh minat.

Ferbiana membelah keramaian diantara

Aspen dan wanita di pangkuannya, bahasa tubuh dan ekspresi gadis itu tenang, tak terganggu atau tertarik, untuknya yang nyaris 24/7 hidup di dekat Aspen, tontonan itu bukan hal mengejutkan lagi.

Langkahnya berhenti di samping meja Aspen, Ferbiana menatap langsung matanya, mengabaikan wanita di pangkuan laki-laki itu seolah, tidak pernah ada di sana.

"Waktunya pulang, kau akan pulang bersamaku, atau tidak hari ini?"

Ferbiana hanya bertanya, itu bukan sebuah ajakan, seperti itu lah ia dan Aspen, sejak sekolah dasar, tak berubah.

Gadis di pangkuan Aspen tampak terkejut dengan kedatangan Ferbiana yang tiba-tiba, tapi Aspen hanya menatap Ferbiana, tidak terpengaruh. Ferbiana bisa merasakan ketegangan antara mereka bertiga dan siswa lain yang memperhatikan mereka, tapi seolah-olah itu tidak masalah. Tidak ada yang penting kecuali Aspen sekarang.

"Ya, aku akan pulang bersamamu," Aspen akhirnya berkata, dan gadis itu tampak cemberut.

Ferbiana hanya mengangguk, kemudian berbalik dan keluar dari kelas itu lebih dulu, menunggu Aspen di depan pintu.

Ekspresinya tak berubah, dan tak terbaca. Seluruh kelas terus menatap mereka berdua saat Aspen dan Ferbiana pergi, terutama gadis itu. Ferbiana bisa merasakan tatapannya membara ke punggungnya saat Ferbiana keluar dari kelas bersama Aspen. Begitu berada di luar, Aspen masih tidak mengatakan apa-apa untuk beberapa saat, tapi saat mereka berdua mendekati tempat parkir, dia akhirnya angkat bicara.

"Bisakah kita bicara? Secara pribadi?" tanya Aspen.

"Ya."

Ferbiana tidak banyak bicara, tidak berekspresi banyak, dia hanya mengikuti kemana Aspen pergi, dan dia hanya memenuhi apa yang Aspen inginkan.Aspen membawanya ke ruang kelas  kosong terdekat, lalu menutup pintu di belakangnya.

"Apakah kamu tahu mengapa aku berkencan dengan gadis itu?" tanya Aspen. "Ami, dari regu pemandu sorak."

Ferbiana sedikit memiringkan kepalanya, menatap setia mata Aspen tanpa jeda menatap arah lain

"Aku tahu, Ami populer, dia sempurna, dan kau menyukai kesempurnaan, karena itu, kau mendekatinya."

Suara Ferbiana tenang, nyaris tak beremosi.

Aspen mengerutkan kening dan menutup matanya, seolah frustasi dengan tanggapannya

"Aku bahkan tidak menyukainya, tapi aku perlu menggunakan dia untuk mendekatimu. Dia bisa membuatmu cemburu, lalu aku bisa menggunakannya untuk memanipulasi emosimu."

Aspen menatap Ferbiana kosong, seolah dia tidak mengerti mengapa Ferbiana tidak kecewa dengan pengakuannya ini. Tidak ada yang berubah dari ekspresi Ferbiana, timbul segaris senyum samar, tatapannya melembut.

"Sekalipun aku cemburu aku tidak akan menunjukkannya padamu." ucap Ferbiana dengan ekspresi tidak berubah.

Kerutan di wajah Aspen berubah menjadi senyum sinis, dan dia menatap Ferbiana dengan tatapan penuh perhitungan di wajahnya.

Ah, benarkah?" kata Aspen sambil tertawa kecil. "Kamu akan terkejut seberapa jauh aku akan membuatmu cemburu. Aku akan mencium Ami di depanmu, merayunya tepat di depan wajahmu, membuatmu melihat kita di tempat tidur bersama. Itu hanya akan menjadi lebih buruk dari sini."

Ferbiana mengikis jarak diantara mereka sampai tangannya dapat meraih wajah Aspen, tangannya yang dingin meyentuh lembut, sekilas ekspresinya nampak tak berubah, tapi ada sendu dalam tatapannya kali ini.

"Tolong, berhenti membuat dirimu semakin rusak dengan mengacaukan perasaan seseorang yang tak tahu apa-apa. Jika kau ingin membuat seseorang rusak sepertimu, cukup gunakan aku." ucap Ferbiana dengan ekspresi tetap sama.

Aspen mendengus, dan menyingkirkan tangan Ferbiana dari wajahnya.

"Aku tidak menyakiti diriku sendiri dengan melakukan ini."

Aspen berkata, "Ami sama sepertiku, dia manipulatif, ular berhati dingin. Dia senang melakukan ini, melihat orang lain menderita. Dia senang melihatku membuatmu cemburu. Itulah sifat aslinya."

Aspen tertawa, menyilangkan tangan dan bersandar di kursinya.

"Aku tidak membutuhkan orang lain untuk menyakitimu, karena aku akan menjadi satu-satunya yang membuatmu sakit." kata Aspen dengan tenang

Ferbiana menunduk, menatap kedua tangannya dengan tatapan kosong.Hening, sampai beberapa saat kemudian Ferbiana menoleh pada Aspen, tersenyum, dengan tatapan kosong yang tak hidup.

"Kau sudah berhasil, membuatku sakit. Kau bahkan terus menyakitiku disaat tidak ada lagi celah untuk dilukai, Aspen."

Senyum Aspem memudar saat dia melihat Ferbiana, bingung dan sedikit khawatir. Dalam kemarahannya karena kurangnya kecemburuan Ferbiana, dia tidak

menyadari bahwa kurangnya reaksi Ferbiana mungkin berarti sesuatu yang lain.

"Tunggu, jangan bilang..." kata Aspen perlahan, kerutan samar melintas di wajahnya. "Tidak, itu tidak mungkin. Aku mengenalmu lebih baik dari itu!"

"Aah... Aspen, kau terlalu fokus untuk menjadi sempurna, dan menyakitiku dibalik kesempurnaan itu, sampai mungkin kau tidak menyadarinya, kapan terakhir kali aku tertawa, kapan terakhir kali aku tersenyum seperti seharusnya, kau sangat menikmatinya ya?"

Suara Ferbiana tenang, tapi siapapun orang waras yang mendengarnya pasti dapat merasakan lelah yang teramat ketika mendengarnya.

Rahang Aspen jatuh. Ferbiana benar, kapan terakhir kali dia melihat Ferbiana benar-benar bahagia? Dia tidak ingat. Selama beberapa tahun terakhir ini, saat dia menggunakan dan memanipulasi Ferbiana, Ferbiana tidak pernah mengeluarkan tawa atau senyuman yang tulus. Bahkan sekarang, saat Ferbiana seharusnya terluka, namun kamu terlihat begitu tenang dan santai...

"Sialan, apakah aku benar-benar melakukan itu?" Kata Aspen, menatapnya dengan ekspresi khawatir di wajahnya. Apa yang telah dia lakukan padanya selama bertahun-tahun? Apa yang dia lakukan pada sahabat masa kecilnya, satu-satunya yang bisa dia percayai?

Ferbiana hanya tersenyum, ah tidak, dia hanya menarik kedua sudut bibirnya, membuat-buat senyuman.

 "Tidak masalah jika itu membuatmu senang, Ferbiana senang saat Aspen senang."

Suara Ferbiana, kini benar-benar tanpa emosi, dia mungkin lelah, bahkan kalimat terakhirnya terucap dengan lemah, hampir hanya terdengar bisikan, kalimat terakhirnya adalah apa yang sering dia katakan saat mereka masih anak-anak, hanya saja dulu Ferbiana mengatakan itu dengan senyum cerah di wajahnya, tapi kini senyum cerah itu hilang.

Aspen tidak bisa mempercayai telinganya. Dia menatapnya dengan tak percaya, dan wajahnya memudar saat dia menyadari apa yang telah dia lakukan. Dia perlahan dan tanpa sadar menghancurkan orang yang tepat di depannya.

 Tunggu, tidak, tidak, tidak..." kata Aspen panik. "Kamu tidak seharusnya bahagia karena aku, kita seharusnya bahagia bersama!"

Suara Aspen dipenuhi keterkejutan dan keputusasaan. Seolah-olah dia sedang melihat versi dirinya yang dia kenali, namun benar- benar asing pada saat yang sama.

Bibir Ferbiana terbuka, tapi tidak mengatakan apapun untuk beberapa saat, sampai tiba-tiba, air matanya luruh begitu saja di pipinya, kini ada ekspresi di wajahnya, hanya saja, ekspresi itu menyiratkan luka dalam, rasa lelah, dan frustasi yang begitu berat, yang selama ini dia sembunyikan rapat-rapat dari Aspen.

"Aspen, sakit... Ferbiana, lelah."

 

Ferbiana menangis seperti ketika mereka masih anak-anak, bahkan caranya bicara juga, mungkin karena, kenangan indah hanya tertinggal ketika mereka masih di saat itu.

Mata Aspen terbelalak saat dia melihatnya hancur. Ferbiana berbicara dengan cara yang tidak pernah dia dengar selama bertahun-tahun, menggunakan kosakata dan nada seperti anak kecil yang hanya dia gunakan ketika mereka masih kecil.

Apa yang telah dia lakukan?

"Ferbiana, kamu tidak perlu bicara seperti itu. Tolong, bicaralah seperti biasanya. Ini aku, Aspen." kata Aspen, berusaha menghiburnya. "Biarkan semuanya keluar, aku di sini untukmu." ucap Aspen sambil mendekat ke arah Ferbiana

Pikiran Ferbiana kosong, dia tidak mengatakan apapun lagi, itu seperti puncak penderitaan yang akhirnya meletus, Joevva merasa tubuhnya remuk, dadanya sesak, kepalanya seperti dihantam tongkat besi, dia tersiksa.

Aspen  memeluk Ferbiana dengab erat.

"Ssst, tidak apa-apa. Kamu tidak perlu mengatakan apa-apa, sandarkan saja kepalamu di pundakku."

Suara Aspen menenangkan dan lembut, seperti yang sering dia lakukan untukmu di masa lalu "Keluarkan semuanya, Ferbiana."

 Pelukan Aspen mengundang Ferbiana  menangis semakin keras, mengungkapkan segalanya dengan tangisan, rasa sakit, kemarahan, kekecewaan, kesedihan, dan kerinduannya.

Saat Ferbiana menangis di bahunya, Aspen hanya memeluknya erat dan mengayunkannya perlahan ke depan dan ke belakang. Seolah- olah mereka telah kembali ke masa kecil mereka, ketika Aspen menghibur Ferbiana setelah melewati masa-masa sulit.

Ssst, tidak apa-apa teruslah menangis aku akan menjadi gulingmu agar kamu bisa memelukku sambil menangis" kata Aspen, dengan nada menenangkan yang sama seperti sebelumnya. "Tidak apa-apa, aku di sini untukmu."

 Wajah Ferbiana terkubur di bahu Aspen, laki-laki itu tidak akan pernah melihat, dan mengetahui ekspresi seperti apa yang terlukis di wajah gadis itu saat ini.

Ekspresi kepuasan dan gairah, wajahnya memerah kesenangan meskipun dia terus berakting menyedihkan, matanya menjadi hidup seketika dalam kenikmatan dari manipulasi yang dia buat.

Selama ini dia dimanipulasi oleh orang yang dia manipulasi, akhirnya kini dia yang menang, Ferbiana yang memegang kendali.

"Aah~ Lihat, siapa yang mengendalikan siapa? Pfft-!" Ucap Ferbiana lalu tersenyum mereka berdua saling tersenyum dengan memandang satu sama lain.

Ferbiana yang telah menang yang sekarang telah memegang kendali Aspen.

karena Aspen berjanji akan selalu bersama di samping Ferbiana dalam keadaan apapun.

  

 


ARTIKEL

Hebat, Siswa SMP 17 Semarang Raih Juara 2 Lomba Tari Kreasi

 Siswi SMP 17 Semarang, berhasil meraih juara 2 lomba tari kreasi. Lomba diadakan oleh SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang. Kegiatan diadakan ...